Gue dan Kota (Sebelah) Jakarta

Jakarta, terhitung sudah empat tahun lebih gue tinggal di kota (sebelahnya) ini. Gue punya lingkungan baru, temen baru, gandengan baru, budaya baru, hobi baru, kerjaan baru, dan lain-lainnya yang baru. Walaupun demikian gue masih belum bisa menghilangkan dialek medok gue yang jowo banget. Berikut pengalaman gue dan kota (sebelah) Jakarta.

Ada situs Pusat Informasi Perencanaan Pembangunan Bappeda Provinsi DKI Jakarta yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk menjaring masukan/aspirasi masyarakat terhadap Draf RPJMD 2013-2017. Atau lewat twitter (@RPJMDJakarta). Yuk bareng-bareng kasih masukan! *wink

Gue masih inget banget dulu gue norak banget naik kereta api dari Surabaya ke Gresik. Gue juga punya cerita kocak saat naik KRL. Saat itu gue panik karena gue belum naik, tapi kereta sudah jalan. Gue pun ngejar kereta dan hampir aja terseret. Walaupun akhirnya juga dibilangin untuk nunggu kereta selanjutnya aja. (Oh ada lagi toh, kirain kereta itu doang xD). Gue juga norak banget saat bisa naik ke puncak monas dan bisa ngeliat pemandangan Jakarta dari sana. Gue juga berkunjung ke Masjid Istiqlal, Kota Tua, Dufan, dst. Banyak deh dan gue bisa dibilang gue norak saat ketemu ini itu. Maklum gue kan anak kampung. Hehehe.

Monumen Nasional Jakarta
Monumen Nasional Jakarta

Transportasi

Gue bukan `anak Jakarta`, tapi gue cuma tinggal di sebelah kota Jakarta, tepatnya Depok yang memiliki slogan cyber city. Walaupun demikian, seringkali ada aja urusan yang membuat gue harus melanglang buana membelah kota Jakarta. Kadangkala gue naik transportasi umum seperti KRL dan bus trans jakarta. Tapi seringnya sih naik motor. Kenapa? Hal ini sudah gue singgung di post sebelumnya. Ya ini lah ya itu lah, banyak deh. Ya dari situlah gue agak ngerti suka duka jadi anak jakarte yang selalu dirundung macet baik weekdays maupun weekend (kecuali saat libur lebaran :lol:).

Macet

Macet memang jadi momok warga Jakarta (dan pendatang) saat berlalu lalang di kota metropolitan ini. Banyak faktor yang menyebabkan kemacetan tersebut dan hal ini juga sudah gue singgung di post sebelumnya. Yang belum gue bahas di post itu tentang kelakuan pedagang kaki lima dan tukang ojek. Gue bisa ngerti mereka mencari rezeki, berjualan secara halal, tapi mbok ya nggak mengambil lahan jalan raya untuk dijadikan lapak. Kan gue juga lagi nyari rezeki, tapi sebagian rezeki gue jadi dikonsumsi di jalan karena usaha mereka nyari rezeki itu (baca: terjebak macet yang mengakibatkan konsumsi bahan bakar semakin banyak). Kalau dibilang pemerintah tidak bisa menyediakan tempat yang layak bagi mereka yang berjualan, ya enggak juga. Soalnya kalau pemerintah menyediakan pun, pedagang tersebut bisa saja enggan pindah (direlokasi) dengan alasan profit akan berkurang karena lebih banyak pembeli di tempat semula.

Selain itu gue juga belum bahas kelakuan pengendara sepeda motor. Banyak banget yang tidak menerapkan etika #NgebutHore. Ah kalau ngomongin macet dan transportasi di Jakarta di post ini mah khawatir jadi terkesan keluhan, secara gue juga pengguna jalan raya Jakarta yang merasa tersiksa dengan kondisi saat ini.

Banjir

Hal lain dari Jakarta yang berkesan buat gue yakni banjir. Dulu gue masih gak percaya kalau tinggi air saat banjir bisa mencapai 1 meter lebih, ya secara gue lahir dan besar di bukit :lol:. Tapi semenjak gue paham kalau Jakarta sebenarnya berada di bawah permukaan laut, gue jadi paham kenapa bisa seperti itu.

Selain faktor geografis, gue pikir faktor sikap penduduk juga hal penting. Gue sering banget nemuin orang yang membuang sampah sembarangan. Mereka mungkin cuma membuang sepucuk kertas, bungkus snack, atau hal kecil lainnya. Akan tetapi hal itu bisa berdampak buruk ketika air hujan mengumpulkan sampah-sampah tersebut menuju aliran sanitasi. Kemudian saking banyaknya sampah yang menumpuk, akhirnya sampah itu membuntu aliran sanitasi tersebut. Drama pun dimulai, banjir terjadi dan membuat susah warga sekitar. Gue masih gak ngerti alasan orang begitu malas membuang sampah pada tempatnya.

Membludaknya penduduk

Gue akui Jakarta memiliki magnet bagi para perantau untuk mengubah nasib mereka di sini. Ya begitu sih harapannya, karena menurut gue perputaran uang terbesar ya di Jakarta ini. Banyak sekali perusahaan-perusahaan besar yang membangun kantor pusat di sini. Dari situlah perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan sumber daya, kemudian para perantau pun berbondong-bondong untuk memenuhi permintaan tersebut. Nah permasalahan selanjutnya yakni tentu tidak semua perantau yang mengadu nasib itu memenuhi kualifikasi perusahaan. Ya mungkin itu salah satu alasan mengapa masih pengangguran masih merajalela sedangkan perusahaan sulit mencari karyawan. (?)

Bukan cuma pemerintah Jakarta

Permasalahan transportasi umum, kemacetan, banjir, dan masalah penduduk ini wajib menjadi perhatian bersama, bukan cuma pemerintah. Pemerintah Jakarta itu bukan cuma satu orang (gubernur doang), tapi mereka itu sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang gubernur. Pemerintah itu juga cuma bisa membuat kebijakan, bukan pesulap yang secara tiba-tiba dapat mengubah kondisi Jakarta menjadi kondisi ideal yang diidam-idamkan masyarakat. Kondisi ideal ini membutuhkan peran serta yang aktif dari masyarakat, baik warga asli Jakarta maupun pendatang.

Jokowi
Jokowi (diambil dari jakartabaru.co)

Tanggal 7 Oktober 2012 yang lalu, Pak Joko Widodo secara resmi diangkat menjadi gubernur Jakarta periode 2012-2017. Pelantikan gubernur baru ini merupakan harapan yang benar-benar baru bagi warga Jakarta karena pada periode sebelumnya Jakarta dipimpin oleh Pak Fauzi Bowo selama dua periode berturut-turut (CMIIW). Kebijakan-kebijakan baru yang akan diterapkan menjadi harapan warga Jakarta demi perubahan kondisi Jakarta yang lebih baik dari sebelumnya.

Perlu diingat sekali lagi bahwa perubahan ini tidak akan serta merta terjadi secara drastis. Namun perubahan menuju kondisi ideal ini membutuhkan proses yang tidak singkat (yang mungkin belum selesai dari satu periode) dan peran aktif masyarakat dalam menanggapi segala kebijakan pemerintah. Ignasius Jonan yang berhasil mengubah reputasi KAI menjadi lebih baik membutuhkan waktu lebih dari 3,5 tahun. Pak Jokowi sendiri (panggilan akrab Pak Joko Widodo) baru dikenal prestasinya setelah memimpin Solo lebih dari 7-8 tahun.

Oleh karena itu saya berharap agar seluruh warga Jakarta (dan pendatang) bisa memiliki ekspektasi yang wajar mengenai kinerja yang dibawahi Pak Jokowi. Yak mungkin gue sudahi dulu saja post uneg-uneg gue tentang Jakarta di sini. Selamat bekerja Pak Jokowi, sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami patuh). Kami berharap Jakarta Baru dari kepemimpinanmu.

Apa yang sudah elo lakuin untuk Jakarta Baru?

Ada situs Pusat Informasi Perencanaan Pembangunan Bappeda Provinsi DKI Jakarta yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk menjaring masukan/aspirasi masyarakat terhadap Draf RPJMD 2013-2017. Atau lewat twitter (@RPJMDJakarta). Yuk bareng-bareng kasih masukan! *wink

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.